Saat yang ditunggu mendekati
penentuan. Banyak di antara orang berharap sambil cemas dan galau perihal kabar
kelulusan. Padahal jauh hari sebelum hari pengumuman kelulusan itu tiba, ada
diantaranya malah merasa biasa dan tenang-tenang saja. Tak terpikirkan
sebelumnya kalau ternyata beberapa hari menjelang penentuan itu justru
ketegangan datang menghampiri dan semakin memuncak seiring mendekatnya hari H.
Sebenarnya kalau mau perhatikan lebih seksama bukanlah pengumuman untuk
menentukan siswa yang lulus dan tidak lulus, akan tetapi pengumuman siswa yang
lulus dan mengulang kembali (remedial) UN.
Sambil merenungi kembali segala hal
dan peristiwa yang terjadi sebelum UN. Ternyata, ada di antaranya mungkin menyadari
bahwa banyak waktu yang terbuang percuma, sebagai contoh kurangnya tindakan mempersiapkan
UN secara matang; saat pemantapan UN kurang memerhatikan guru, walaupun
sebenarnya bukan gratis bahkan ada yang datang telat dan tidur di
kelas. Justru baru mulai berlatih soal-soal beberapa minggu menjelang
ujian dan semakin intensif saat UN tinggal satu minggu lagi. Ingatkah akan
buku-buku pemantapan yang banyak kosong tak terisi karena malas mencatat saat
pemantapan UN?. Hanya di awal-awal saja semangat membara mengikuti alur proses pemantapan. Selanjutnya lebih banyak bermalas walaupun kelihatannya asyik masuk kelas, tapi entah apa yang mereka asyikkan?. Oh…barangkali, tingkat kejenuhan semakin meningkat seiring dengan mendekatnya UN. Suasana bertambah jenuh dan konsentrasi terbagi dengan kenyataan bahwa bukan hanya menghadapai UN, tetapi………akh!
Beberapa
hari menjelang UN, bukan hanya sibuk belajar saja, tetapi juga sibuk
mempersiapkan sekaligus mencari bocoran kunci jawaban UN. Bisa di ingat di
antara anak terbiasa untuk berbasa-basi tentang kunci jawaban
UN? Sebenarnya boleh prihatin dengan kelakuan ini, tapi sulit
juga memahami kalau mereka sebenarnya melakukan itu
karena dihinggapi rasa takut dan cemas akan kegagalan mengerjakan soal?.
Manusia itu memiliki rasa takut karena tidak mengetahui apa yang akan terjadi
di masa depan. Padahal harus diketahui bahwa orang-orang pemberani adalah
mereka yang terdorong untuk menunjukkan pada dunia dan membuktikan
kehebatan dirinya. Selain itu tidak mungkin untuk mencapai keberhasilan
yang besar tanpa menjumpai perlawanan, kesukaran, dan kemunduran. Akan tetapi
adalah mungkin untuk mengalami hidup selebihnya tanpa kekalahan. Sebaliknya
jika seseorang banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka jiwa akan
menjadi rusak. Seseorang yang tidak mengenal kesulitan, dia tidak akan mengenal
lezatnya belas kasih dan manisnya kasih sayang. Yang demikian hatinya tidak
akan tersentuh oleh apapun, bahakan biasanya sulit untuk diajak beradaptasi.
Padahal sukses mungkin menghampiri kita ketika kita tidak mengharapkannya dan
kebanyakan orang tidak menyadarinya.
Makanya setiap sekolah biasanya mengadakan doa bersama
menjelang UN. Sayangnya acara doa dan pemberian motivasi bagi siswa inipun
sebagian kurang di ikuti dengan serius. Terbukti tetap sajaada
yang ketawa bahkan saat muhasabah berlangsung. Alkisah
acara terakhir ditutup dengan salam dan saling bermaaf-maafkan sambil meminta
doa kelancaran untuk ujian.
Kini,
UN telah berlalu dan tiba juga saatnya menunggu pengumuman. Tentunya
menjelang detik-detik hari penentuan ini ketegangan semakin membuncah. Hal
yang wajar sebagai sifat alami dari manusia yang mencemaskan dan
mengkhawatirkan masa depan yang tak pasti. Tapi, setahap demi setahap, tirai
ketidakpastian masa depan itu akan tersibak seiring dengan berjalannya waktu.
Apapun yang terjadi nanti, yang harus dipersiapkan adalah mental.
Kalau lulus, alhamdulillah harus disyukuri. Kalau tidak, bukan berarti tidak
lulus. Hanya harus diremedial, artinya masih ada kesempatan satu kali lagi.
Jangan sampai jatuh pada depresi dan frustrasi, karena itu tidak akan
menyelesaikan masalah sama sekali. Hmm, bicara itu memang paling gampang, tapi
praktiknya belum tentu bisa setegar itu.
Dalam perjalanannya, kekuatan
mental sering dihadapkan pada rintangan dan kesulitan yang berasal
dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri, dan terjadi sewaktu latihan uji
mental maupun acara resmi. Idealnya seorang yang bermental baja
harus merespon kesulitan seperti seorang Climber dalam
mencapai puncak prestasinya. Jika direnungkan, kegagalan, derita dan kekecewaan
yang pernah dialami oleh orang yang bermental baja tidak berbeda dengan mereka
yang menyerah dan membenamkan diri dalam penyesalan maupun kegagalan
mengendalikan mental itu sendiri. Perbedaannya, kelompok yang satu selalu cepat
menyerah karena kegagalan, sedangkan kelompok yang lain belajar dan memetik
hikmah dari kegagalan. Justeru kebanyakan
orang gagal adalah orang yang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka ke titik sukses saat mereka memutuskan untuk
menyerah. Selain itu pemicu orang gagal, yakni mereka yang bertindak tanpa
berpikir, dan mereka yang berpikir tanpa bertindak. Sesungguhnya kegagalan dan
kekalahan adalah juga pelajaran untuk berhasil.
Tentu akan lebih baik bila memilih
sifat tabah dengan iman, karena sifat tabah mampu
menghadapi tekanan. Juga menjadikan segala bentuk tekanan bukan sebagai kendala, tetapi dimaknai
sebagai tantangan yang akan membentuk kepribadian dirinya menjadi lebih
cemerlang. Anehnya dalam tekanan justru akan menimbulkan kreativitas, dinamika, dan nilai
tambah bagi seseorang. Sikap tabah melahirkan keyakinan, kekuatan, dan
kesungguhan untuk melahirkan hasil yang bernilai tinggi. Mereka tidak mudah menyerah,
walaupun tantangan atau tekanan menghadang setiap langkah. Mereka
sangat yakin bahwa nilai setiap usaha akan terasa semakin
bermakna bila mereka mampu mengatasi setiap tantangan yang dihadapinya. Mereka
sadar bahwa untuk memperoleh mutiara
dibutuhkan perjalanan yang panjang, menyelam jauh ke dasar samudera. Tidak ada
hasil yang gratis kecuali harus diperjuangkan.