SEJARAH ALJABAR
Asal mula Aljabar
dapat ditelusuri berasal dari bangsa Babilonia Kuno yang mengembangkan sistem
aritmatika yang cukup rumit, dengan hal ini, bangsa Kuno ini mampu menghitung
dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem
ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi untuk nilai yang
tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan menggunakan
persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu.
Kemudian Bangsa Mesir,
dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam milenium pertama sebelum
masehi, Lebih sering menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan
seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind Mathematical
Papyrus’, ‘Sulba Sutras’, ‘Euclid’s Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the
Mathematical Art’.
Hasil karya bangsa
Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen, menyediakan kerangka
berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar solusi khusus dari
suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk menyatakan
dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.
Sekitar tahun 300 S.M
seorang sarjana Yunani kuno Euclid menulis buku yang berjudul “Elements”. Dalam
buku itu ia mencantumkan beberapa rumus aljabar yang benar untuk semua bilangan
yang ia kembangkan dengan mempelajari bentuk-bentuk geometris. Perlu diketahui,
orang-orang Yunani kuno menuliskan permasalahan-permasalahan secara lengkap
jika mareka tidak dapat memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut dengan
menggunakan geometri. Metode inilah yang kemudian menjadikan kemampuan mereka
untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang mendetail menjadi terbatasi.
Seiring dengan
perkembangan zaman, Pada abad ke-3, Diophantus of Alexandria (250 M) menulis
sebuah buku berjudul Aritmetika, dimana ia menggunakan simbol-simbol untuk
bilangan-bilangan yang tidak diketahui dan untuk operasi-operasi seperti
penambahan dan pengurangan. Sistemnya tidak sepenuhnya dalam bentuk simbol,
tetapi berada diantara sistem Euclid dan apa yang digunakan sekarang ini.
PENGARUH
PENJAJAHAN ISLAM
Ketika Agama Islam
mulai mucul abad ke 6 masehi, Peperangan atas nama agama untuk menundukkan
daerah daerah Yahudi, Daerah Khatolik dan daerah tempat para umat Nasrani
tinggal mulai gencar dilakukan oleh para pengikut muhammad. Sehingga pada tahun
641 M, bangsa Arab berhasil menguasai Alexandria dan menutup sekolah Yunani
kuno terakhir. Namun ide-ide bangsa Yunani tetap dipertahankan bahkan dikembangkan,
dan kemudian dibawa ke Eropa Barat setelah menduduki Spanyol pada tahun 747 M.
Bangsa arab yang
sebelumnya belum pernah mendapatkan harta berupa Ilmu yang berlimpah di daerah
jajahan, kemudian mulailah Bangsa Arab pertama kali mempertemukan ilmu yang
berupa ide tersebut. Ketika mereka bertemu dengan dokter-dokter Yunani yang
bekerja di kota-kota Arab.. Dua orang sarjana yang terkenal itu adalah
Brahmagupta (598 – 660) dan Arya-Bhata (475 – 550). Brahmagupta adalah seorang
astronom yang banyak menemukan ciri-ciri untuk luas dan volume benda padat.
Sedangkan Arya-Bhata adalah seorang ilmuwan yang menciptakan tabel sinus
(rasio-rasio istimewa) dan mengembangkan sebuah bentuk aljabar sinkopasi
seperti sistem yang dibuat Diophantus.
Lambat laun bangsa
Arab mulai mengenal teori yang dimiliki negara jajahan tersebut. Kemudian
munculah tokoh yang sekarang ini dianggap sebagai penemu teor Aljabar, dialah
Al-Khawarizmi , seorang muslim keturunan Usbekistan dan lahir pada tahun 780
masehi atau 194 Hijriah menurut kalender islam. Dibidan pendidikan, telah
dibuktikan bahwa ialah seorang tokoh Islam yang berpengetahuan luas.
Pengetahuan dan kemahiran al-Khawarizmi bukan hanya meliputi bidang syariat
tetapi juga dalam bidang falsafah, logika, aritmetik, geometri, musik, sastra,
sejarah Islam dan ilmu kimia. Keahlian dirinya pada ilmu matematika telah
membawa dirinya menciptakan pemakaian Secans dan Tangens dalam penyelidikan
trigonometri dan astronomi. Dalam usia muda ia telah bekerja di bawah pemerintahan
Khalifah al-Ma’mun, daerah Bayt al-Hikmah di Baghdad. al-Khawarizmi bekerja
dalam sebuah observatory atau tempat ilmu matematik dan astronomi yang ia gali
lebih dalam. Al-Khawarizmi juga dipercayai memimpin perpustakaan khalifah.
Sumbangsih terbesar al-Khawarizmi adalah karyanya yang terangkum
dalam buku bukunya yang berjudul sebagai berikut.
Al-Jabr wa’l Muqabalah : Penciptaan pemakaian secans dan tangens
dalam penyelidikan trigonometri dan astronomi.
Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah : Sebuah buku yang merangkum
pemecahan dari permasalan masalah matematika yang sebagian telah dikemukakan
bangsa Babilonia kuno. Dan Kebenarannya diakui oleh al-Khawarizmi .
Sistem Nombor : Beliau telah memperkenalkan konsep sifat dan ia
penting dalam sistem nombor pada zaman sekarang.
Antara cabang yang
diperkanalkan oleh al-Khawarizmi seperti geometri, algebra, aritmetik dan
lain-lain. Geometri merupakan cabang kedua dalam matematik yang dijabarkan oleh
al-Khawarizmi lebih lanjut. Isi kandungan yang diperbincangkan dalam cabang
kedua ini ialah asal-usul geometri yang mengacu pada Kitab al-Ustugusat[The
Elements] hasil karya Euclid . Dari segi ilmu yang dimiliki geometri adalah
ilmu yang mengkaji hal yang berhubung dengan magnitud dan sifat-sifat ruang.
Ilmu Geometri inipada awalnya dipelajari sejak zaman firaun [2000SM]. Kemudian
Thales Miletus memperkenalkan geometri Mesir kepada Grik sebagai satu sains
dedukasi dalam kurun ke 6 SM. Seterusnya sarjana Islam seperti al-Khawarizmi
telah menekuni kaedah sains dedukasi ini lebih jauh, terutamanya pada abad
ke9M. Algebra/aljabar merupakan nadi untuk matematik algebra.
Sebelum munculnya karya yang berjudul ‘Hisab al-Jibra wa al
Muqabalah yang ditulis oleh al-Khawarizmi pada tahun 820 Masehi itu, kata
aljabar tidak pernah digunakan.
Istilah ‘Aljabar’
sendiri sebenarnya berasal dari kata arab “al-jabr” yang berasal dari kitab
‘Al-Kitab al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti “The Compendious Book on
Calculation by Completion and Balancing“), yang ditulis oleh Matematikawan
Muhammad ibn Musa al-Kwarizmi.
Kata ‘Al-Jabr’ sendiri sebenarnya berarti penggabungan (reunion).
Bahkan jika dilihat dari historisnya,
Matematikawan Yunani pada zaman Hellenisme, Diophantus, secara tradisional
telah mengenal konsep konsep aljabar, hanya saja mereka tidak menggunakan
istilah tersebut untuk teori yang mereka miliki.
PERTENTANGAN
walaupun sampai
sekarang masih diperdebatkan siapa sebenarnya yang berhak atas sebutan tersebut
. Mereka yang mendukung Al-Khwarizmi menunjukkan fakta bahwa hasil karyanya
pada prinsip reduksi masih digunakan sampai sekarang ini dan ia juga memberikan
penjelasan yang rinci mengenai pemecahan persamaan kuadratik. Sedangkan mereka
yang mendukung Diophantus menunjukkan Aljabar ditemukan dalam Al-Jabr adalah
masih sangat elementer dibandingkan Aljabar yang ditemukan dalam ‘Arithmetica’,
karya Diophantus. Matematikawan Persia yang lain, Omar Khayyam, membangun
Aljabar Geometri dan menemukan bentuk umum geometri dari persamaan kubik.
Matematikawan India Mahavira dan Bhaskara, serta Matematikawan Cina, Zhu
Shijie,juga berhasil memecahkan berbagai macam persamaan kubik, kuartik,
kuintik dan polinom tingkat tinggi lainnya.
Peristiwa lain yang
penting adalah perkembangan lebih lanjut dari aljabar, terjadi pada pertengahan
abad ke-16. Ide tentang determinan yang dikembangkan oleh Matematikawan Jepang
Kowa Seki di abad 17, diikuti oleh Gottfried Leibniz sepuluh tahun kemudian,
dengan tujuan untuk memecahkan Sistem Persamaan Linier secara simultan dengan menggunakan
Matriks. Gabriel Cramer juga menyumbangkan hasil karyanya tentang Matriks dan
Determinan di abad ke-18. Aljabar Abstrak dikembangkan pada abad ke-19,
mula-mula berfokus pada teori Galois dan pada masalah keterkonstruksian
(constructibility).
SEJARAH TEORI
BILANGAN
Bilangan adalah suatu
konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan dan pengukuran. Simbol
ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili suatu bilangan disebut sebagai
angka atau lambang bilangan. Dalam matematika, konsep bilangan selama
bertahun-tahun lamanya telah diperluas untuk meliputi bilangan nol, bilangan
negatif, bilangan rasional, bilangan irasional, dan bilangan kompleks.
Sejarah Bilangan (Teori Bilangan)
Berikut ini akan dijelaskan mengenai sejarah dan perkembangan bilangan
(teori bilangan) dari jaman dahulu sampai yang dipergunakan sekarang ini.
a. Sejarah Matematika Purbakala
Pada mulanya di zaman purbakala banyak
bangsa-bangsa yang bermukim sepanjang sungai-sungai besar. Bangsa Mesir
sepanjang sungai Nil di Afrika, bangsa Babilonia sepanjang sungai Tigris dan
Eufrat, bangsa Hindu sepanjang sungai Indus dan Gangga, bangsa Cina sepanjang
sungai Huang Ho dan Yang Tze. Bangsa-bangsa itu memerlukan keterampilan untuk
mengendalikan banjir, mengeringkan rawa-rawa, membuat irigasi untuk mengolah
tanah sepanjang sungai menjadi daerah pertanian untuk itu diperlukan
pengetahuan praktis, yaitu pengetahuan teknik dan matematika bersama-sama.
Sejarah menunjukkan bahwa permulaan Matematika
berasal dari bangsa yang bermukim sepanjang aliran sungai tersebut. Mereka
memerlukan perhitungan, penanggalan yang bisa dipakai sesuai dengan perubahan
musim. Diperlukan alat-alat pengukur untuk mengukur persil-persil tanah yang
dimiliki. Peningkatan peradaban memerlukan cara menilai kegiatan perdagangan,
keuangan dan pemungutan pajak. Untuk keperluan praktis itu diperlukan
bilangan-bilangan.
Bilangan pada awalnya hanya dipergunakan untuk
mengingat jumlah, namun dalam perkembangannya himpunanelah para pakar
matematika menambahkan perbendaharaan simbol dan kata-kata yang tepat untuk
mendefenisikan bilangan maka matematika menjadi hal yang sangat penting bagi
kehidupan dan tak bisa kita pungkiri bahwa dalam kehidupan keseharian kita akan
selalu bertemu dengan yang namanya bilangan, karena bilangan selalu dibutuhkan
baik dalam teknologi, sains, ekonomi ataupun dalam dunia musik, filosofi dan
hiburan serta banyak aspek kehidupan lainnya.
Bilangan dahulunya digunakan sebagai
symbol untuk menggantikan suatu benda misalnya kerikil, ranting yang
masing-masing suku atau bangsa memiliki cara tersendiri untuk menggambarkan
bilangan dalam bentuk simbol.
Dalam perkembangan selanjutnya, pada
abad ke-X ditemukanlah manuskrip Spanyol yang memuat penulisan simbol bilangan
oleh bangsa Hindu-Arab Kuno dan cara penulisan inilah yang menjadi cikal bakal
penulisan simbol bilangan yang kita pakai hingga saat ini.
b. Perkembangan Teori Bilangan
1) Teori Bilangan Pada suku
Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada
seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak
permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika
Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar.
Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan
Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan
Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting
pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber
pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih
daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis
dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku
atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya
rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah
karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka
mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500
SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat
dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini
sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang
sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi
topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan
regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga
meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan
kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat
sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan
sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan
bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6)
derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada
busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang
sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan
nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal
2) Teori Bilangan Pada Suku Bangsa Mesir Kuno
Matematika Mesir merujuk pada matematika
yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik matematika Mesir
melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam
sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa
tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang
adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan
penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran
itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari
tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar
aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara
perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti
bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima;
rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan
Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga
berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika
dan geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya
adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh
kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang
barangkali ditujukan sebagai hiburan.
3) Teori Bilangan Pada Suku Bangsa India
Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM)
merupakan tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan irasional,
bilangan prima, aturan tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2
sampai sebagian dari seratus ribuan; memberikan metode konstruksi lingkaran
yang luasnya menghampiri persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan linear
dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Kira-kira abad ke-5 SM merumuskan
aturan-aturan tata bahasa Sanskerta menggunakan notasi yang sama dengan notasi
matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan
rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam risalah
prosodynya menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner.
Pembahasannya tentang kombinatorika bersesuaian dengan versi dasar dari teorema
binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci.
Pada sekitar abad ke 6 SM, kelompok
Pythagoras mengembangkan sifat-sifat bilangan lengkap (perfect number),
bilangan bersekawan (amicable number), bilangan prima (prime number), bilangan
segitiga (triangular number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan
segilima (pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate
numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal sampai
sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu : a.a + b.b = c.c yang ditemukannya
melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang sisi-sisinya merupakan
sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi miring (hypotenosa) adalah c, dan
sisi yang lain adalah a dan b. Hasil kajian yang lain yang sangat popular
sampai sekarang adalah pembedaan bilangan prima dan bilangan komposit.
Bilangan prima adalah bilangan bulat
positif lebih dari satu yang tidak memiliki Faktor positif kecuali 1 dan
bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan selain bilangan prima disebut
bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masalah tentang bilangan
prima telah menarik perhatian matematikawan selama ribuan tahun, terutama yang
berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus yang dapat
digunakan untuk mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya sistem numerasi,
berkembang pula cara atau prosedur aritmetis untuk landasan kerja, terutama
untuk menjawab permasalahan umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas
yang disebut dengan algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid.
Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan
konsep-konsep dasar geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat
suatu algoritma untuk mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan
bulat positif dengan menggunakan suatu teknik atau prosedur yang efisien,
melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal dari algorism.
Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism bersumber dari nama
seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu Abu Ja’far
Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya (Al-Khowarizmi),
mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata
kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori
bilangan ditandai oleh hasil kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan
nama Saringan Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad
berikutnya, Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas
penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional, dalam
bentuk lambang (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang dikembangkan oleh
Euclid). Dengan kerja bentuk lambang ini, Diopanthus disebut sebagai salah satu
pendiri aljabar.
4) Teori Bilangan Pada Masa Sejarah (Masehi)
Awal kebangkitan teori bilangan modern
dipelopori oleh Pierre de Fermat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L
Lagrange (1736-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859),
Dedekind (1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson
(1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika,
Gauss begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan
untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai the queen of
mathematics.
Pada masa ini, teori bilangan tidak hanya
berkembang sebatas konsep, tapi juga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan konsep
bilangan dalam metode kode baris, kriptografi, komputer, dan lain sebagainya.
makasih gan infonya .. sukses selalu
BalasHapus